Moncongloe adalah nama salah satu wilayah yang terletak 22 KM sebelah utara Makassar, secara harpiah Moncongloe berarti, tempat yang tinggi. Moncongloe sudah lama dikenal, sejak abad ke-16, sebab wilayah ini adalah salah satu Gallarrang ( Distrik/Kecamatan zaman kerajaan Gowa) dari kerajaan Gowa-Tallo. Bahkan Pahlawan “Internasaional” Syeikh Yusuf merupakan putra Moncongloe, karena Beliau adalah Cucu dari Gallarrang Moncongloe. Moncongloe terbagi atas dua karakter, karakter pertama terletak disebelah timur, keadaan alamnya berbukit-bukit serta ditumbuhi hutan yang lebat (Moncongloe Bulu’). Karakter kedua terletak disebelah barat, dengan keadaan alam berada didataran rendah, sehingga berawa-rawa dan dilintasi anak sungai Tallo (Moncongloe Lappara’)
Dalam perjanjian Bongaya pada tanggal 10 Nopember 1667, ang kemudian diperbaharui pada anggal 1824, pemerintah Hindia Belanda membagi negeri-negeri Celebes (Sulawesi) menjadi tiga kelompok, yakni:
Negeri-negeri yang berada langsung dibawah pemerintahan Hindia Belanda. Negeri-negeri yang secara tidak langsung dibawah pemerintahan Hindia Belanda.
Negeri-negeri yang berdaulat, yang hanya menjalin hubungan setara dengan pemerintahan Hindia Belanda.
Wilayah Moncongloe masuk kedalam kategori kedua bersama dengan wilayah-wilayah sekitarnya.
Kelompok utara atau kelompok distrik utara (noorder districten) termasuk Maros, Bontoa, Tanralili, Simbang, Sulewattang ri Lau, Tomboro’, Sudiang, Malawwa, Camba, Balocci, Turikale, Moncongloe, dll. Dengan pembesar Hindia Belanda diwilayah ini berkedudukan di Maros, sedangkan kepala daerahnya bergelar Karaeng Lomo Daeng lolo, Aru Sulewattang/Gallarrang. (Arsip Nas. Wil. Sulawesi Selatan).
Dalam perjalanan sejarah pemerintahan Sulawesi Selatan pada umumnya, maka berdasarkan Penetapan Gubernur Grote Oest (Timur Besar) no. 21 BIJBLAD 14377 tanggal 24 Pebruari 1940, Celebes dibagi tujuh Afdeling, diatara Afdeling itu adalah Afdeling Makassar, yang membawahi Onderafdeling Sungguminasa, Pangkajene, Takalar/Turatea, Pulau-pulau sekitar Makassar serta Onderafdeling Maros Sendiri yang didalamnya adalah Distrik Moncongloe.
Setelah jaman kemerdekaan, dengan UU. No. 2, 3, dan 4 tahun 1957, Moncongloe masuk dalam wilayah Makassar bersama Maros, Pangkajene dan pulau-pulau spermonde.
Pada tahun 1959, dengan UU. No. 29 tahun 1959, terjadi lagi perubahan, yakni Moncongloe masuk dalam Wilayah administratif kabupaten Maros, dengan status sebagai Distrik/Desa dibawah kecamatan Mandai.
Tahun 1971, Maros dihadapkan suatu pilihan yang sulit, sebab sebagian wilayahnya dibagian selatan di “caplok” oleh kota madya Makassar dengan PP. RI. No. 51 tahun 1971, tanggal 1 September 1971. Bira, Daya, Tamalanrea, Bulorokeng, dan Sudiang masuk kewilayah Makassar.
Sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Mandai (Maros).
Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Tanralili (Maros).
Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Pattallassang dan kecamatan Parangloe (Gowa).
Sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan Manggala, kecamatan Tamalanrea serta kecamatan Biringkanaya (Makassar)
Masyarakat Moncongloe sebagian besar beragama Islam. namun tetap mempertahankan tradisi pra Islam. terbukti masih ditemui dikampung-kampung wilayah Moncongloe, pemimpin spiritual tradisi pra Islam yang bergelar Pinati.( Penghulu dalam ajaran agama Patuntung).
Pinati ini dianggap sebagai penghubung antara manusia yang masih hidup dengan roh leluhurnya. Pinati diangkat berdasarkan garis keturunan dari Patanna Pa’rasangang.(Dewa tertinggi versi Agama Patuntung) Tempat untuk melakukan sesembahan kepada leluhur, disebut Saukang (Tempat pemujaan, Baruga). Demikianlah sekilas tentang wilayah Kecamatan yang Moncongloe, daerah ini meskipun dekat dari kota Makassar, namun gaya kota belum terlalu mampu menaklukkan daerah ini, makanya Moncongloe dekat dari Kota makassar, tetapi masih jauh dari ciri kota secara umum….***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar