Dikutip Dari ; Harian Fajar
Tiadakan Tarawih, Berbuka Setelah Salat Magrib.
DI KABUPATEN Gowa, terdapat sebuah majelis yang bernama An Nadzir. Kelompok yang punya ciri khas rambut pirang ini, bahkan sudah ada di daerah bersejarah itu sejak 1998 silam. Menariknya, mereka fokus melaksanakan ibadah di sebuah tempat terpencil, tepatnya di tepi Danau Mawang, Kecamatan Somba Opu.JEMAAH An Nadzir, memilih menetap jauh dari permukiman padat penduduk. Alasannya sederhana; supaya lebih khusyuk melaksanakan ibadah setiap harinya.
Untuk menjangkau permukiman jemaah ini, memang perlu banyak bertanya kepada sejumlah penduduk. Itu tadi, lokasinya yang cukup terpencil dengan jarak tempuh sekitar 20 kilometer dari Makassar.
Apalagi, kondisi jalanan tidak representatif. Fajar yang mengunjungi permukiman An Nadzir, Rabu, 26 September malam lalu, setidaknya membutuhkan waktu
kurang lebih satu jam lebih. Tentu saja, dengan bantuan warga di sekitar lokasi
tersebut.
Lalu, bagaimana kegiatan kelompok ini? Sekadar tahu, An Nadzir berarti pemberi
peringatan. Dengan dasar itu, jemaahnya pun secara tegas menolak jika dituding sebagai aliran tertentu dan atau ikut pada sebuah aliran. Mereka mengaku, masuk di sebuah majelis (perjalanan, Red).
Jemaah An Nadzir, bahkan mengaku sangat konsisten dalam menjalankan Alquran
dan hadis. Jemaah ini tersebar di Makassar, Maros, Palopo, dan Kabupaten Gowa.
Khusus di Gowa, jemaahnya sebanyak 100 kepala keluarga (KK) dengan
rata-rata setiap rumah dihuni lima orang. Sehingga, keseluruhan jemaah An Nadzir di daerah ini sekitar 500 orang.
Pada Ramadhan tahun ini, jemaah An Nadzir mengaku melaksanakan ibadah
berdasarkan sunah Rasul. Karena itu, mereka tidak melaksanakan salat tarawih seperti kebanyakan umat muslim lainnya.
Shalat tarawih ditiadakan dengan argumen menghindari jemaahnya menjadikannya sebagai sesuatu kewajiban.
“Seperti umumnya umat muslim, kami juga memiliki banyak kegiatan keagamaan di bulan Ramadhan ini. Hanya saja, salat tarawih ditiadakan karena menghindari jadi wajib,” tandas pimpinan An Nadzir Gowa, Ustaz Rangka, saat ditemui di kediamannya yang sederhana di tepi Danau Mawang.
Alasan Rangka tak melaksanakan salat tarawih bersama jemaahnya, lantaran mengikuti Nabi Muhammad Saw. Pada zamannya, kata dia, Rasulullah memang pernah melaksanakan salat tarawih pada malam 23, 25, dan 27.
Setelah itu, Rasulullah berhenti selama-lamanya. “Nah, ketika itu para sahabat nabi bertanya, kenapa berhenti. Lalu, Rasulullah menjawab, itu dilakukan semata karena takut nanti salat tarawih kemudian dijadikan kewajiban.
Kenyataan yang terjadi sekarang ini, seakan-akan tarawih di bulan Ramadan itu menjadi sesuatu yang wajib dilaksanakan. Makanya, kami putuskan tak melaksanakan tarawih sejak hari pertama Ramadan sampai sekarang ini,” jelas Rangka.
Rangka menambahkan, mereka cukup berpuasa saja dan melakukan buka puasa sesuai waktu yang diyakini pada malam hari. Untuk menguatkan pendapatnya itu, Rangka merujuk pada surah Al Baqarah ayat 187.
“Makanya, kami rata-rata salat magrib dulu baru berbuka puasa, yang waktunya pada waktu malam ketika tergelincirnya matahari.
Saya tidak mengacu pada jam berapa atau pukul berapa. Meski begitu, kami juga tak
menafikan yang namanya jam itu karena sangat membantu,” paparnya.
Adapun pelaksanaan salat isya, lanjut Rangka, juga mengikuti kebiasaan nabi
di mana suatu ketika melakukan salat isya di dua pertiga malam. Ketika itu, dikisahkan Rangka, Aisyah meraba kaki Rasulullah lalu bertanya, “Ya Rasulullah, Engkau
melaksanakan salat apa?”
Rasulullah lalu menjawab, ”Sekiranya tidak memberatkan umatku maka inilah waktu (dua pertiga malam, Red) yang paling tepat melaksanakan salat isya.”
“Itu pula yang kami lakukan di sini. Rata-rata melaksanakan salat isya pada pukul 03.00 Wita, karena memang tidaklah memberatkan bagi kami. Selanjutnya melaksanakan sahur sesuai petunjuk yang ada.
Intinya, memperlambat sahur mempercepat buka puasa sesuai perintah Rasulullah. Kami makan dan minum sesuai petunjuk Alquran,” kilah Rangka sembari menyebutkan, di malam hari pada bulan Ramadhan ini ada juga jemaah yang tafakur di alam terbuka.
Soal pelaksanaan salat isya itu, Rangka lalu menyebutkan tercantum pada Surah Huud ayat 114 yang berbunyi ”Dirikanlah salat pada kedua tepi siang (pagi dan petang), dan pada bagian permulaan malam”. Serta Surah Al Israa ayat 78, “Dirikanlah salat sesudah matahari tergelincir (lohor dan asar) sampai gelap malam (magrib dan isya), serta salat subuh. Sesungguhnya salat subuh itu disaksikan malaikat”.
Dominan Berkebun Aktivitas sehari-hari jemaah An Nadzir adalah berkebun dan menambak ikan. “Di waktu pagi hingga sore hari, kami memang lebih banyak berkebun dan memelihara ikan mas yang ada di tambak atau kolam dekat permukiman,” kata Rangka, yang mengaku sudah 22 tahun menetap di tepi Danau Mawang.
Jemaah An Nadzir sendiri cukup terbuka bagi siapa saja yang ingin mengetahui
lebih jauh tentang majelis itu. Tapi, jangan coba-coba untuk menyinggung perasaan
jemaahnya.
“Kalau itu dilakukan, maka pasti akan dilempar ke tambak atau kolam ikan yang ada di permukiman jemaah An Nadzir. Sudah banyak yang merasakannya karena mencibir keberadaan An Nadzir,” ungkap Arifin Idris Dg Ngiri, warga di sekitar permukiman An Nadzir.***
Tiadakan Tarawih, Berbuka Setelah Salat Magrib.
DI KABUPATEN Gowa, terdapat sebuah majelis yang bernama An Nadzir. Kelompok yang punya ciri khas rambut pirang ini, bahkan sudah ada di daerah bersejarah itu sejak 1998 silam. Menariknya, mereka fokus melaksanakan ibadah di sebuah tempat terpencil, tepatnya di tepi Danau Mawang, Kecamatan Somba Opu.JEMAAH An Nadzir, memilih menetap jauh dari permukiman padat penduduk. Alasannya sederhana; supaya lebih khusyuk melaksanakan ibadah setiap harinya.
Untuk menjangkau permukiman jemaah ini, memang perlu banyak bertanya kepada sejumlah penduduk. Itu tadi, lokasinya yang cukup terpencil dengan jarak tempuh sekitar 20 kilometer dari Makassar.
Apalagi, kondisi jalanan tidak representatif. Fajar yang mengunjungi permukiman An Nadzir, Rabu, 26 September malam lalu, setidaknya membutuhkan waktu
kurang lebih satu jam lebih. Tentu saja, dengan bantuan warga di sekitar lokasi
tersebut.
Lalu, bagaimana kegiatan kelompok ini? Sekadar tahu, An Nadzir berarti pemberi
peringatan. Dengan dasar itu, jemaahnya pun secara tegas menolak jika dituding sebagai aliran tertentu dan atau ikut pada sebuah aliran. Mereka mengaku, masuk di sebuah majelis (perjalanan, Red).
Jemaah An Nadzir, bahkan mengaku sangat konsisten dalam menjalankan Alquran
dan hadis. Jemaah ini tersebar di Makassar, Maros, Palopo, dan Kabupaten Gowa.
Khusus di Gowa, jemaahnya sebanyak 100 kepala keluarga (KK) dengan
rata-rata setiap rumah dihuni lima orang. Sehingga, keseluruhan jemaah An Nadzir di daerah ini sekitar 500 orang.
Pada Ramadhan tahun ini, jemaah An Nadzir mengaku melaksanakan ibadah
berdasarkan sunah Rasul. Karena itu, mereka tidak melaksanakan salat tarawih seperti kebanyakan umat muslim lainnya.
Shalat tarawih ditiadakan dengan argumen menghindari jemaahnya menjadikannya sebagai sesuatu kewajiban.
“Seperti umumnya umat muslim, kami juga memiliki banyak kegiatan keagamaan di bulan Ramadhan ini. Hanya saja, salat tarawih ditiadakan karena menghindari jadi wajib,” tandas pimpinan An Nadzir Gowa, Ustaz Rangka, saat ditemui di kediamannya yang sederhana di tepi Danau Mawang.
Alasan Rangka tak melaksanakan salat tarawih bersama jemaahnya, lantaran mengikuti Nabi Muhammad Saw. Pada zamannya, kata dia, Rasulullah memang pernah melaksanakan salat tarawih pada malam 23, 25, dan 27.
Setelah itu, Rasulullah berhenti selama-lamanya. “Nah, ketika itu para sahabat nabi bertanya, kenapa berhenti. Lalu, Rasulullah menjawab, itu dilakukan semata karena takut nanti salat tarawih kemudian dijadikan kewajiban.
Kenyataan yang terjadi sekarang ini, seakan-akan tarawih di bulan Ramadan itu menjadi sesuatu yang wajib dilaksanakan. Makanya, kami putuskan tak melaksanakan tarawih sejak hari pertama Ramadan sampai sekarang ini,” jelas Rangka.
Rangka menambahkan, mereka cukup berpuasa saja dan melakukan buka puasa sesuai waktu yang diyakini pada malam hari. Untuk menguatkan pendapatnya itu, Rangka merujuk pada surah Al Baqarah ayat 187.
“Makanya, kami rata-rata salat magrib dulu baru berbuka puasa, yang waktunya pada waktu malam ketika tergelincirnya matahari.
Saya tidak mengacu pada jam berapa atau pukul berapa. Meski begitu, kami juga tak
menafikan yang namanya jam itu karena sangat membantu,” paparnya.
Adapun pelaksanaan salat isya, lanjut Rangka, juga mengikuti kebiasaan nabi
di mana suatu ketika melakukan salat isya di dua pertiga malam. Ketika itu, dikisahkan Rangka, Aisyah meraba kaki Rasulullah lalu bertanya, “Ya Rasulullah, Engkau
melaksanakan salat apa?”
Rasulullah lalu menjawab, ”Sekiranya tidak memberatkan umatku maka inilah waktu (dua pertiga malam, Red) yang paling tepat melaksanakan salat isya.”
“Itu pula yang kami lakukan di sini. Rata-rata melaksanakan salat isya pada pukul 03.00 Wita, karena memang tidaklah memberatkan bagi kami. Selanjutnya melaksanakan sahur sesuai petunjuk yang ada.
Intinya, memperlambat sahur mempercepat buka puasa sesuai perintah Rasulullah. Kami makan dan minum sesuai petunjuk Alquran,” kilah Rangka sembari menyebutkan, di malam hari pada bulan Ramadhan ini ada juga jemaah yang tafakur di alam terbuka.
Soal pelaksanaan salat isya itu, Rangka lalu menyebutkan tercantum pada Surah Huud ayat 114 yang berbunyi ”Dirikanlah salat pada kedua tepi siang (pagi dan petang), dan pada bagian permulaan malam”. Serta Surah Al Israa ayat 78, “Dirikanlah salat sesudah matahari tergelincir (lohor dan asar) sampai gelap malam (magrib dan isya), serta salat subuh. Sesungguhnya salat subuh itu disaksikan malaikat”.
Dominan Berkebun Aktivitas sehari-hari jemaah An Nadzir adalah berkebun dan menambak ikan. “Di waktu pagi hingga sore hari, kami memang lebih banyak berkebun dan memelihara ikan mas yang ada di tambak atau kolam dekat permukiman,” kata Rangka, yang mengaku sudah 22 tahun menetap di tepi Danau Mawang.
Jemaah An Nadzir sendiri cukup terbuka bagi siapa saja yang ingin mengetahui
lebih jauh tentang majelis itu. Tapi, jangan coba-coba untuk menyinggung perasaan
jemaahnya.
“Kalau itu dilakukan, maka pasti akan dilempar ke tambak atau kolam ikan yang ada di permukiman jemaah An Nadzir. Sudah banyak yang merasakannya karena mencibir keberadaan An Nadzir,” ungkap Arifin Idris Dg Ngiri, warga di sekitar permukiman An Nadzir.***
bACA jUGA: An-Nadzir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar