.
Bung, mari lupakan hari ini dan esok. Mari melompat ke belakang. Pejamkan mata mengenang meriah pembangunan jalan dan rumah-rumah rakyat. Mengecap beras yg selalu melimpah. Melahap jalan-jalan sepi demo. Lalu selonjor duduk manis depan TVRI diselimuti dongeng khayal karangan tukang wolak-walik fakta sejarah.
Bung, jangan sewot hukum hanya berlaku untuk wong cilik waktu itu, semua pejabat tinggi diangkat jadi pahlawan. Bung, tak perlu tanya apa yang terjadi dengan ribuan perempuan Aceh diperkosa di masa operasi DOM. Tak perlu cari tau kemana orang orang hilang diculik tak jelas rimbanya. Tak usah mengusik berapa ratus trilyun diselundupkan ke sebrang lautan. Dan paling penting Bung, jangan pernah ingat-ingat 600 ribu (versi Soedomo) atau 1,2 juta (versi Amnesti International) nyawa melayang dicincang hingga dusun dan sungai memerah darah. Toh mereka cuma pengikut komunis PKI. Orang komunis Bung, orang kafir, bukan manusia, tak ada harga nyawa mereka kecuali di mata orang beradab dan di mata tuhan.
Bung, apa perlunya curiga Orde Baru membangun ekonomi dengan menganakemaskan etnis Tionghua hingga jadi konglomerat raksasa ? Bung, ingat semua yang bagus-bagus pada masa Soeharto adalah perencanaan matang bin cemerlang. Sedangkan yang buruk-buruk adalah takdir tuhan. Pemimpin hanya bertanggung jawab pada yang bagus-bagus saja kan?
Inilah hebatnya bangsa kita, Bung. Andaikata Anda pernah membangun sebuah pulau yang mengagumkan Anda wajib jadi pahlawan. Walaupun Anda nyolong uang rakyat 100 milyar dan mengakibatkan banjir darah ratusan ribu rakyat tak berdosa. Tapi tidak apa Bung, masih sisa ratusan jutaan nyawa rakyat. Lupakanlah…! Ini bukan Amerika bukan Iran di mana satu nyawa sangat berharga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar