Rajam sampai mati: sebuah hukuman yang diimani sebagian umat Islam untuk mebayang-bayangi para penzina. Sebagian negara memang telah meberlakukan hukuman macam itu; misal, Arab Saudi dan negara-negara Teluk. Kalau tak salah, Pakistan pernah mencoba menerapkannya melalui Ordinasi Penerapan Hadd, tahun 1979; disusul Sudan dengan memberlakukan Hukum Pidana Islam, tahun 1983.
Nah, para ulama Khawarij adalah salah satu dari sebagian umat Islam yang menolak hukuman rajam bagi penzina. Menurut mereka, hukuman tersebut bukan hukum Islam. Rajam adalah hukuman yang kelewat batas dan sangat berat dilaksanakan; toh hukuman tersebut--lagi-lagi--tak pernah tercantum dalam al-Qur`an. Kalaupun ijtihad, itu pengaruh Naziisme!
Hukum rajam yang saya tahu lahir dari tradisi agama Yahudi. Al-Qur`an hanya menyuruh hukuman maksimal mencambuk para penzina di depan publik. Tetapi itu jarang terjadi.
Di beberapa daerah, hukuman para penzina biasanya diarak disepanjang jalan kampung, bugil, dipelototi mata orang banyak. Mereka menganggap itu hukuman maksimal dan traumatik--terkecuali bagi orang Barat yang biasa bugil. Tapi saya khawatir jika hukuman bugil baik bagi para remaja dan anggota karang taruna yang masih lajang (sehabis nonton hukuman, jangan-jangan mereka terangsang dan rame-rame berzina,)
Ada juga hukuman bagi para penzina yang relatif lezat: para pelaku zina yang ketangkep baseh akan dinikahkan segera oleh orang tua mereka masing masing. Wah, hukuman macam ini memang jadi alternatif masyarakat. Alasannya bisa macam-macam: malu, takut keburu hamil dsb. dsb.
Namun, saya khawatir juga kalau hukuma jenis ini terus berlaku. Saya khawatir para pasangan remaja terobsesi berzina karena hukumannya lezat: dinikahkan...tanpa beribet cari kerja dulu, tentu saja.
Shaumlah bila kita tak kuat menahan nafsu. Melakukan perbuatan zinah apalagi. Kira-kira begitulah petuah Muhammad dalam kitabnya. Seyogyanya kita selaku umat islam untuk mengikuti ajaranya, tapi bukan tanpa alasan. Menjadi pengikut sambil mempertanyakan kembali keabsahan risalahnya, itu lebih baik daripada sama sekali tidak.
Namun, jika ramuan mujarab ala gurun pasir itu, ternyata tak mampu ke ganasan hasrat, maka bicarakahlah kedua insan bersama orang tuanya. Tak lain untuk memperoleh restu dalam pernikahannya. Walhasil, panggilah ke penghulu guna mencatat akta pernikahan.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar