BarrackObama Semasa kecil - Masa kecilnya di Indonesia belum seutuhnya terjabarkan dengan subtil. Sudah banyak buku tentang Obama di Indonesia, tapi belum ada yang menjelaskan secara detail mengenai Obama kecil di Menteng.
Obama mencatat sisi lain Indonesia yang miskin, terbelakang, namun tetap memancarkan kebahagiaan. Melalui novel Obama Anak Menteng lubang penceritaan masa kecilnya dicoba dilengkapi Damien Dematra. Kisah ini bisa diartikan sebagai upaya pengambilan “potret” atas Obama.
Novel ini merupakan hasil padu narasi dari orang-orang terdekatnya dulu, saat Obama terpinggirkan dalam dunianya yang baru: Menteng-Indonesia.
Adalah Slamet dan Yuniadi. Keduanya merupakan orang yang “menyelamatkan” Berry, panggilan Obama kecil.
Warna kulitnya yang hitam menjadikan Obama terpinggirkan secara ras, bahkan oleh orang yang sama sekali nihil terhadap isu tersebut, yakni teman-teman sekelas dan sepermainan waktu itu.
Ia sering kali marah dan kesal. Akan tetapi kekesalannya hanya berujung tak lebih pada pemberontakan di hati.
Di tengah kegalauannya, kakak beradik itu secara berkelindan mengisi ruang kosong kerinduan Obama. Rindu pada dunia yang ramah, egalitarian, dan memandangnya sebagai manusia yang utuh.
Manusia sebagai manusia, tanpa memerkarakan apa warna kulit dan kebangsaan yang (kebetulan) menjadi takdir.
Semua itu, bagi mereka, dalam pembacaan saya, merupakan titah Tuhan yang memang seharusnya diterima oleh siapa pun.
Pun oleh si empunya. Obama tergolong anak yang mawas dan penurut. Saat kedua temannya itu mengajaknya bermain gambler (gambled) dan kalah telak oleh bandar, Slamet, ia dimarahi ibunya. Katanya berjudi itu tidak mendidik dan menghabiskan banyak waktu. Gara-gara permainan barunya itu ia kehilangan uang saku.
Meski begitu ia penasaran mengapa ia tak bisa mengalahkan si Bandar. Di hari kemudian, karena kehabisan stok permainan Barry menyuguhkan permainan khas negerinya: monopoli. Dalam kurun waktu itu, bagi Slamet dan Yuniadi game jenis tersebut bisa dibilang langka.
Sedikit lebih mendidik, dalam monopoli dinilai Obama kecil sebagai jalan untuk mempelajari seni kehidupan. Permainan ini mengajarkan manusia sebisa mungkin mengatur kehidupannya sendiri.
Obama kecil digambarkan sebagai anak yang kerap melafalkan dua kata gaul loe dan gue tersebut. Jika Anda diminta membayangkan bagaimana kirakira ketepat-fasihan Obama kecil dalam melafalkannya, bakalan lucu mungkin. Perselisihan Barry dengan Carut dan sekawanan temannya menjadi catatan perjalanan tersendiri bagi Obama dewasa.
Mereka adalah musuh kecil Obama kecil. Meski pada akhirnya Carut harus mengakui kehebatan Barry dalam permainan yang disebut dengan “bola kaki”. Kalau boleh saya katakan, buku ini adalah kitab kerinduan teman bermain Obama.
Seandainya menjadi Slamet, saya pun akan kecewa terhadap Obama karena meninggalkannya pergi ke Hawai tanpa kabar dan paling tidak mengibarkan salam perpisahan.
Meski demikian, kerinduannya kepada anak unik itu sedikit terobati ketika ia melihat sosok Obama muncul di layar kaca tahun lalu.[am]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar