Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

AHLI WARIS ANDI SELLE MENUNTUT KEMBALI HAKNYA




Ahli Waris Andi Selle menuntut Kembali Haknya - KEPUTUSAN pemerintah menyita harta kekayaan bekas pemberontak, kini berbuntut perkara. Pekan-pekan ini, salah seorang bekas anak buah Letnan Kolonel Andi Selle Matolla, Ismail Tjendrana Pamassangi, menuntut Pemkab Polman (Sulawesi Barat) dan tiga warga di situ, agar menyerahkan kembali tanahnya seluas 28 ha, yang pernah disita pemerintah Orde Lama. Gugatan langka yang kini diperiksa Pengadilan Negeri Polman itu keruan saja menggemparkan masyarakat Sul-Sel


Terutama para orang tua, yang pada 1960-an mengalami kekejaman gerombolan Andi Selle, yang tertembak mati sewaktu diserang Divisi Siliwangi pada 12 September 1964. Mereka bukan hanya kaget mendengar kembalinya "ahli waris" Andi Selle - maksudnya Ismail - tapi juga tuntutannya. 
Soalnya, sesuai dengan dua buah keputusan Presiden Soekarno pada 1964, segala harta kekayaan gerombolan Andi Selle, termasuk tanah yang dituntut Ismail, disita untuk negara. 
Toh Ismail, 60-an tahun, bangsawan Sul-Sel, yang belakangan hijrah ke Kabupaten Pinrang, menganggap tuntutannya berdasar. Sebab, katanya, menurut Keputusan DPRD Sul-Sel tanggal 2 Desember 1967, hanya harta kekayaan Andi Selle saja - tanpa c.s. yang disita negara dan harus dipergunakan untuk merehabilitasi daerah bekas gerombolan Andi Selle. 
Selain itu, kata Ismail, yang pernah menjadi anggota FKP di DPRD Pinrang pada 1971-1982, ada radiogram Dan Rem 142 untuk Dan Dim 1402 tertanggal 3 Maret 1968, yang menyebutkan bahwa tanah tersebut dikembalikan kepada Ismail selaku pemilik sahnya. Tanah itu kini berupa empang di Kampung Rea Timur, Desa Tonyamang, Kecamatan Polewali, Polmas. 
Ismail sendiri membantah bahwa dia adalah bekas anak buah, apalagi ahli waris, pemberontak Andi Selle. Ia, katanya, bergabung dengan Andi Selle pada masa perjuangan fisik melawan Belanda, sejak 1945 sampai sebelum Andi Selle menyeleweng dari pemerintah RI pada 1960-an. Setelah itu, Ismail mengaku tercatat resmi menjabat Kepala Distrik Kecamatan Leppangan sekaligus Wakil Bupati Pinrang, waktu itu, Andi Makkulau. 
Tanah itu, menurut Ismail, dibelinya pada 1956 dari Panre Caco, seharga Rp 10 ribu. Waktu itu Ismail, yang disebut Puang Milu - bangsawan tinggi - menjabat komandan batalyon pembangun dalam kelompok Andi Selle. "Tanah itu saya beli untuk sumber dana, sekaligus menghidupi dua kompi anak buah saya," tutur Ismail kepada Asdar Muis dari TEMPO. Namun, kata Ismail, sejak akhir masa Orde Lama hingga kini, seluas 11 ha dari tanah itu tetap dikuasai Bupati Polman periode 1965-1980, Abdullah Madjid oleh Abdullah tanah ini diserahkan kepada Aco Babo, yang kemudian mengalihkannya ke Jamaluddin.
Sementara itu, 11 ha lagi dikuasai seorang warga, Sanempa, dan sisanya dikuasai Bupati Polmas periode 1980-1990 ~S. Men~gga. Berbagai upaya untuk memperoleh kembali tanah tersebut, menurut Ismail, tak pernah membuahkan hasil. "Seandainya mereka punya budaya malu, tentu tak akan mempertahankan tanah yang bukan miliknya itu," kata Ismail. Sebab itu, selain menuntut pengembalian tanah, Ismail juga menuntut ganti rugi hampir Rp 4 milyar. 
Bekas Bupati S. Mengga tegas-tegas menganggap gugatan itu tak beralasan. Sebab, katanya, masalah harta kekayaan kelompok Andi Selle itu sudah diatur keputusan Presiden Soekarno tadi. Jadi, "Tuntutan Ismail itu tak benar.
Ia sama sekali tak berhak atas tanah itu," ujar Mengga, yang menyatakan, tanah yang pernah dimiliki Ismail hanya 22,9 ha. Sementara itu, Sanempa menilai Ismail "salah tuntut". Tanah 11 ha itu, kata Sanempa, semula adalah sawah dan kebun yang dibeli ayahnya, Tammanini, dari Ummarang pada 1948. Pada 1956, tanah itu dikuasai batalyon Ismail. Baru pada 1980 Sanempa, purnawirawan AD berpangkat sersan mayor ini, mengaku menerima kembali tanah itu dari Pemda Polmas. 
Begitupun, baik Mengga maupun Abdullah Madjid berharap agar majelis hakim yang diketuai Muh. Syahrun, ekstrahati-hati dalam menangani gugatan Ismail. Sebab, "Gugatan ini menyangkut masa lalu, sewaktu rakyat merasakan kekejaman gerombolan Andi Selle. Waktu itu banyak tanah rakyat dirampas dan banyak tanah tak bertuan dikuasai Andi Selle," kata Mengga.(sumber: Tempo Online)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar